Sejarah Singkat Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Abstaksi
Setelah wafatnya nabi Muhammad
SAW, kekuasaan dan pemerintahan Islam
digantikan oleh sahabat nabi. Fungsi
nabi Muhammad SAW sebagai rosul memang tidak dapat digantikan oleh
siapapun, tetapi sebagai kepala negara
dan kepala pemerintahan harus ada yang menggantikan. Tugas itu diemban oleh
keempat sahabat
terdekatnya yang diberi gelar Khulafa’ur Rasyidin.
Dari keempat sahabat nabi, Ali bin
Abi Thalib adalah orang yang pertama masuk Islam dari golongan pemuda. Sejak
kecil dia diasuh oleh nabi karena pada waktu itu Abu Thalib sedang mengalami
masa sulit dan dia tidak bisa memberi makan keempat anaknya. Ayah Ali yang juga
merupakan paman nabi adalah orang yang juga pernah mengasuh nabi ketika kakek
nabi meninggal. Nabi ingin membalas budi kebaikan pamannya dengan mengasuh dan
mendidik Ali. Di bawah asuhan nabi, Ali menjadi pribadi yang kuat, cakap,
cerdas, dan disiplin. Dia selalu menuruti segala perintah nabi, hingga semua
ajaran yang diberikan oleh nabi diterima dan dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab.
Ketika nabi berdakwah tentang Islam
kepadanya, Ali dengan mantap masuk Islam dan siap membela nabi dalam situasi
apapun. Dia siap ikut serta dalam setiap peperangan melawan kaum kafir Quraisy.
Dia senantiasa di barisan depan dan mengangkat pedang untuk menebas leher kaum
kafir tanpa takut mati.
Nabi sangat menyayangi Ali, karena
meskipun masih muda tetapi dia mempunyai bakat yang luar biasa. Dia fasih dalam
berbicara, dan memiliki wawasan luas tentang Islam. Untuk mempererat tali
persaudaraan, maka Ali dinikahkan dengan putri nabi yang bernama Fatimah. Ali
adalah satu-satunya menantu nabi yang memiliki keturunan hingga sampai pada
generasi sekarang.
Ali bin Abi Thalib adalah khalifah
terakhir yang menggantikan kepemimpinan nabi. Usianya yang masih muda ketika
nabi wafat, tidak memungkinkan Ali untuk menjadi khalifah. Sehingga sahabat
yang pertama dipercaya untuk menjadi khalifah adalah Abu Bakar Ash-Sidiq. Kemudian
setelah beliau wafat, pemerintahan diserahkan kepada Umar bin Khatab yang
dipilih langsung oleh Abu Bakar, dan khalifah yang ketiga adalah Usman bin
Affan. Pasukan umat Islam dibawah kepemimpinan para sahabat mampu menaklukan
daerah di luar jazirah Arab. Kemudian perjuangan umat Islam untuk memperluas
ajarannya dan memerangi orang kafir diteruskan oleh Ali bin Abu Tholib yang
merupakan khalifah terakhir dari golongan sahabat terdekat nabi.
Karena kegigihan Ali dalam membela
Islam, beliau selalu mendukung siapapun yang menjadi khalifah pada masa itu.
Banyaknya musuh yang mati ditangan Ali menyebabkan beliau disegani sekaligus
mempunyai musuh yang secara terang-terangan membenci Ali ataupun kebencian yang
tidak ditampakkan.
Kaum kafir memang selalu menentang
ajaran nabi Muhammad, termasuk keempat sahabat nabi yang menjadi pengganti nabi
dalam memegang pemerintahanpun akan selalu dimusuhi oleh orang-orang kafir.
Sehingga untuk menjadi seorang pemimpin pada masa itu harus siap mempertaruhkan
nyawanya demi tegaknya Islam. Dan hal itu telah dibuktikan oleh para sahabat
yang siap berjuang mati-matian dan pada akhirnya meninggal ditangan musuh.
A.
Pemerintahan Khulafa’ur Rasyidin pada Masa Ali bin
Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib adalah keturunan
dari Bani Hasyim. Beliau dilahirkan pada tanggal 13 Rajab Hejez, Makkah,
sekitar tahun 600 Masehi atau 10 tahun sebelum kenabian Muhammad. Ibunya
bernama Fatimah binti Asad. Dia diberi nama Haidar oleh ibunya tetapi ayahnya
memberi nama Ali. Hingga sekarang nama Ali lebih banyak dikenal dikalangan umat
Islam.
Ali bin Abi Thalib adalah saudara
sekaligus sahabat terdekat nabi. Beliau dibesarkan dalam rumah tangga Nabi dan
meresapi cita-cita yang dijunjung tinggi
Muhammad. Sejak kecil Ali dididik untuk menjadi pemuda yang tangkas. Pemuda
yang pemberani dan kuat. Tampaknya Ali adalah pilihan terbaik. Beliau mewarisi
sebagian sifat nabi dalam banyak hal sehingga nabi sangat menyayanginya.
Ali adalah salah satu dari
assabiqunal awwalun (orang-orang yang pertama memeluk Islam) dari golongan
anak-anak. Ali kecil masuk Islam tanpa keraguan sedikitpun. Beliau sangat rajin
dan gigih dalam menjalankan syari’at agamanya. Meskipun masih muda tetapi keimanannya
sangatlah kuat. Beliau selalu melaksanakan perintah dan perkataan nabi. Apapun
yang dilarang oleh nabi tidak pernah
dilanggarnya.
Ketika Ali sudah beranjak dewasa,
beliau hampir selalu ikut serta dalam setiap peperangan nabi dalam melawan kaum
kafir. Ali selalu dibarisan depan dengan mengangkat pedang. Beliau tidak takut
ataupun gentar dalam memerangi kekafiran. Bahkan Ali selalu siap menjadi tameng
untuk nabi. Tak terhitung berapa banyak darah yang ditumpahkannya, berapa
banyak leher yang tertebas oleh pedangnya. Hingga menyebabkan banyak orang yang
memusuhi dan menyimpan dendam padanya
Sepeninggal nabi Muhammad, terjadi
perdebatan mengenai siapa yang berhak menjadi khalifah pengganti nabi dalam
memimpin pemerintahan. Tidak adanya wasiat dari nabi tentang siapa yang akan
menjadi penggantinya, menyebabkan para sahabat dan orang mukmin bingung dan
gelisah dalam menentukan pemimpin selanjutnya. Jika dipilih dari orang terdekat
nabi, maka Ali lah yang pantas menggantikan nabi. Tetapi hal itu tidak
disetujui oleh bangsa Arab dan khususnya orang yang tidak suka dengan Ali. Alasan
yang dikemukakan waktu itu karena Ali masih terlalu muda dan belum cukup umur
untuk menjadi khalifah. Sudah menjadi tradisi bangsa Arab bahwa yang menjadi
pemimpin adalah orang yang berusia lebih dari 40 tahun dan oarang itu haruslah
keturunan bangsa Arab. Mengapa demikian? Karena bangsa Arab khususnya kaum
Quraisy adalah orang yang sangat kuat dan unggul dalam segala hal. Bahkan
kemampuanya dalam pemerintahan telah diakui di seluruh jazirah.
Akhirnya, Abu Bakar memimpin sebuah
rapat guna membahas dan menentukan siapa yang akan menggantikan Muhammad.
Beliau berpidato di hadapan semua sahabat-sahabat dan orang mukmin dengan
mengatakan bahwa yang pantas menjadi khalifah setelah Muhammad adalah orang
Arab keturunan Quraisy. Setelah terjadi perdebatan dan perbedaan pendapat,
akhirnya disepakati dan disetujui bahwa Abu Bakarlah yang akan menggantikan
nabi menjadi khalifah. Para sahabat kemudian membai’at Abu Bakar. Pada saat pembai’atan,
Ali tidak datang karena masih setia menunggui istrinya, Fatimah, yang juga
putri Muhammad yang masih berduka karena ditinggal oleh ayahnya. Meskipun
begitu, Ali tetap mendukung siapapun yang menjadi khalifah.
Sepeninggal nabi Muhammad,
pemerintahan dipegang oleh keempat sahabat terdekat beliau yang terkenal dengan
sebutan Khulafaur Rasyidin. Kepemimpinan Abu Bakar berakhir dengan kejayaan
yang diraih umat Islam. Beliau meninggal
dan digantikan oleh Umar bin Khatab. Islam semakin kuat dengan pemeluknya yang
semakin banyak dan daerah kekuasaan yang luas. Tidak begitu lama memimpin, Umar
meninggal dan kemudian digantikan oleh Usman bin Affan. Setelah melewati
masa-masa gemilang, khalifah Usman menghadapi berbagai pemberontakan dan
pembangkangan di dalam negri yang dilakukan oleh orang-orang yang kecewa dengan
tabiat Khalifah. Pada akhir masa pemerintahannya, beliau dibunuh oleh
pemberontak yang menyimpan dendam kepada Khalifah.
Beberapa hari setelah pembunuhan
Usman, Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah oleh sebagian besar kaum
muslimin. Ketika akan dilaksanakan pembai’atan, Ali menayakan keberadaan Talhah
dan Zubair. Mereka adalah senior yang paling unggul diantara kaum muslim
kebanyakan. Merekalah yang berhak menentukan dan membai’at siapa yang akan
menjadi khalifah. Karena ketidakhadiran mereka, mau tak mau para muslim
kebanyakan membai’at Ali.
Ali resmi menjadi khalifah setelah
menyatakan sumpah setianya. Meskipun banyak yang tidak setuju atas pengangkatan
Ali, namun pada kenyataannya Ali tetap menjadi khalifah. Tidak ada alasan lain
untuk tidak menjadikan Ali sebagai khalifah. Dahulu, setelah meninggalnya nabi,
Ali tidak memungkinkan untuk menjadi khalifah karena alasan umur. Tetapi
setelah Usman meninggal, tidak ada lagi yang menghalangi Ali untuk menjadi
khalifah dari segi usia.
Selama masa pemerintahan Ali, banyak
terjadi pergolakan. Pihak oposisi semakin memperlihatkan ketidaksenangannya
kepada khalifah Ali. Tidak ada masa sedikitpun dalam pemerintahannya yang dapat
dikatakan stabil. Bahkan mereka semakin berani tampil dimuka untuk menyatakan
kebenciannya kepada Ali. Orang-orang yang terang-terangan membenci Ali adalah
sebagian besar kaum elite. Mereka bisa bersikap seenaknya dan memiliki harta
yang berlimpah ketika masa khalifah Usman. Setelah Ali menjadi khalifah,
kesenangan mereka semakin terancam. Mereka tidak rela jika harta yang mereka
punya dari rakyat diambil.
Ali mulai menjalankan kebijakan
politiknya dalam pemerintahan. Diantara kebijakannya itu adalah memecat
kepala-kepala daerah angkatan Usman dan mengganti dengan kepala daerah yang
baru, mengambil kembali tanah yang dibagikan Usman kepada kerabatnya tanpa jalan yang sah. Pemecatan yang dilakukan Ali
bukan tanpa alasan. Beliau yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan yang terjadi
karena keteledoran mereka. Sifat Ali yang gigih dalam membela kebenaran dan
memerangi kebathilan, tidak menjadikannya takut akan segala konsekuensi yang
akan diterima. Dia berprinsip bahwa kebenaran harus ditegakkan dan jangan
pernah menutupi kebohongan.
Pemberontakan pertama secara
terang-terangan dilakukan oleh Talhah dan Zubair. Mereka dahulu adalah pengikut
Ali yang setia. Mereka telah bersumpah akan membela Ali dalam setiap
peperangan, tetapi mereka sendiri pula yang menghianat janji itu. Ketika Usman
menjadi Khalifah, mereka berdua yang mendukung Ali untuk menggantikan posisi
Usman. Tetapi setelah Ali menjadi khalifah, mereka berbalik menyerang dan
menyatakan kebencian terhadap Ali.
Zubair dan Talhah mencari cara untuk
menjatuhkan pemerintahan Ali. Mereka membuat persekongkolan agar kebusukan
mereka tidak terlihat tetapi sebaliknya agar kebusukan itu seolah-olah datang
dari Ali. Talhah dan Zubair menuntut khalifah agar segera mencari pembunuh
Usman dan mengadilinya. Ketika Aisyah, istri Muhammad kembali dari Makkah, dia
terkejut karena Ali telah diangkat menjadi khalifah. Ada rasa tidak suka
terhadap Ali. Atas dukungan dari Abdullah, putra Zubair, akhirnya Aisyah ikut
serta dalam rencana menutut agar Ali menangkap pembunuh Usman.
Sebgai istri Rosululloh, Aisyah
sadar akan kekeliruannya menuntut balas atas kematian Usman. Sebenarnya
bukanlah itu alasan satu-satunya untuk menjatuhkan Ali. Mengapa Aisyah
bersikeras ingin menuntut bela atas kematian Usman kepada khalifah Ali ? Aisyah
memiliki alasan tersendiri dibalik itu. Ketika Aisyah terkena fitnah yang
dilancarkan oleh seorang munafik besar, Abdullah bin Ubey, Ali pernah
menunjukkan sikap yang sangat menyakiti hati Aisyah. Fitnah itu berupa
desas-desus bahwa Aisyah berbuat serong kepada pemuda lain. Isu itu menyebar
cepat hingga terdengar oleh nabi. Aisyah merasa dipermalukan oleh Ali. Aisyah
berjanji akan membalas perlakuan Ali terhadapnya.
Talhah, Zubair, dan Aisyah
bersikeras menuntut agar Khalifah Ali segera mencari pembunuh Usman dengan
membawa baju yang berlumuran darah ke hadapan Ali. Tuntutan mereka itu tidak
mungkin dikabulkan oleh Ali hanya dalam waktu singkat. Tugas utama yang akan dialkukan Ali dalam
situasi kritis ini adalah memulihkan ketertiban dan mengkonsolidasikan
kedudukan kekhalifahan. Selain itu, menghukum para pembunuh bukanlah perkara
mudah karena khalifah Usman tidak hanya dibunuh oleh satu orang. Alasan itulah
yang semakin membuat Talhah dan kawan-kawan kecewa dan semakin marah kepada
Ali.
Penyelesaian secara damai tidak didapat
hingga akhirnya meletuslah perang Jamal
(unta). Dikatakan perang jamal karena
Aisyah ikut dalam peperangan ini dengan mengendarai unta. Aiysah telah terhasut
oleh Abdullah, putra Zubair, yang ingin menjadi khalifah menggantikan Ali.
Abdullah memanfaatkan seseorang yang tepat yaitu Aisyah yang juga tidak suka
dengan khalifah Ali. Khalifah Ali sebenarnya ingin menghindari pertikaian ini,
tetapi hal ini sulit dicapai. Maka kontak senjatapun tidak dapat dihindari.
Banyak pasukan Talhah yang terbunuh. Zubair dan Talhah terbunuh ketika hendak
melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu,
kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari
gubernur Damaskus, Mu’awiyah. Pemecatan gubernur yang dilakukan Ali membuat
Mu’wiyah dan gubernur lain kehilangan jabatan dan kekuasaan. Pertentangan antara Ali dan Mu’awiyah
berlanjut hingga terjadi perang Shiffin. Perang antarumat muslim ini adalah
perang kedua setelah berakhirnya perang jamal.
Kekuasaan Mu’awiyah yang sudah
berakar kuat di Damaskus dan Mu’awiyah sendiri tahu bahwa pasukan Ali semakin
lemah setelah terjadi perang jamal. Pengaruh Mu’awiyah di Damaskus semakin kuat
karena dia telah sekian lama memerintah di negri yang kaya raya itu. Para
penduduknya ikut mendukung Mu’awiyah dalam pertempuran tersebut. Politikus yang
terkenal licin dan pintarpun telah menggabungkan diri dengan Mu’awiyah. Semakin
kuatlah tentara Mu’awiyah. Tetapi sedikitpun Ali tidak gentar. Beliau tetap
memberi semangat kepada pasukannya, sehingga kemenangan sudah membayang bagi
pasukan Ali. Mu’awiyah cemas dan takut jika dia benar-benar mengalami
kekalahan. Akhirnya, Mu’awiyah menyuruh Amr bin Ash untuk menjalankan
siasatnya. Dia menyuruh semua pasukannya untuk meletakkan mushaf di ujung
tombaknya sebagai tanda perdamaian. Seruan Mu’awiyah disambut baik oleh pasukan
Ali. Perang ini diakhiri dengan tahkim(arbitrase), tapi ternyata tahkim tidak
menyelesaikan masalah karena dibalik itu semua Amr bin Ash sedang menjalankan
siasatnya.
Peristiwa tahkim ini sangat
menguntungkan Mu’awiyah, tetapi menjadikan pasukan Ali menjadi terpecah belah.
Banyak pengikut Ali yang keluar dan menamakan dirinya kaum Khawarij. Sedangkan
pasukan yang masih setia menjadi pengikut Ali menamakan dirinya golongan
Syi’ah. Ali masih berusaha untuk mengembalikan mereka kepada kebenaran, tetapi
tidak berhasil. Kaum Khawarij telah menyatakan bahwa Ali dan Mu’awiyah adalah
salah dan mereka harus diperangi.
B.
Penutup
Tentara Ali semakin lemah, sementar
kekuatan Mu’awiyah bertambah besar. Mu’awiyah berhasil menguasai Mesir.
Akhirnya Khalifah Ali terpaksa menyetujui perdamaian dengan Mu’awiyah yang
secara politis berarti Khalifah mengakui keabsahan kepemilikan Mu’awiyah atas
Suriah dan Mesir. Kompromi tersebut tanpa diduga ternyata membuat kaum Khawarij
marah. Mereka menghukum orang-orang yang tidak disukai. Ketika itu, tepat pada
17 Ramadhan 40 H (661 M) Khalifah berhasil ditikam oleh Ibnu Muljam anggota
kaum Khawarij yang fanatik. Ali dikuburkan secara rahasia di Darul Imarah,
Kuffah, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat
lain.Selanjutnya kekhalifahan dipegang oleh keluarga Bani Umayyah secara turun
temurun dengan khalifah pertama Mu’awiyah. Dengan demikian berakhirlah
kekhalifahan Khulafaur Rasyidin
KESIMPULAN
Ali bin abi thalib salah satu orang
terdekat Nabi Muhammad SAW, yang tumbuh di bawah asuhan Nabi SAW, beliau juga
termasuk orang-orang yang dahulu masuk islam. Pada saat Usman wafatpun beliau
dibaiat oleh kaum muslimin menjadi kholifah yang ke-4.
Semasa kepemimpinanya beliau berusaha mengembalikan
masa-masa seperti para khalifah pendahulunya yang penuh dengan kedamaian, tidak
banyak perselisihan dan pergolakan politik antar umat islam. Akan tetapi, masalah yang dihadapi terlalu rumit,
hasil dari penumpukan masalah dari masa khalifah sebelumnya. Mulai dari kasus
pembunuhan usman yang tak kunjung mendapat solusi, dampak kebijakan-kebijakan
usman yang kontroversial, belum lagi sifat ingin memiliki kekuasaan dari
berbagai pihak.
Kebijakan-kebijakan
Ali yang notabene berniat memperbaiki keadaan justru mendapat perlawanan terutama dari muawiyah dan
pejabat-pejabat lainnya yang dipecat Ali. Kemudian muncul golongan khawarij
yang menyatakan Ali dan Muawiyah adalah penyebab utama perang saudara dan
mereka harus diperangi.
Hingga
akhirnya, muawiyah dengan kekuatan politik dan militernya mampu mengambil alih
kekuasaan dalam sistem monarkinya sedangkan ali terbunuh di tangan orang khawarij
yang fanatik dengan motif balas dendam sebagai dampak dari perang saudara.
DAFTAR
PUSTAKA
Mufrodi, Dr.
Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. 1997. Jakarta : Logos Wacana Ilmu
Yatim, Dr.
Badri. Sejarah Peradaban Islam. 2000.
Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Amstrong, Karen.
Sejarah Islam Singkat. 2008.
Yogyakarta : Elbanin Media
Syalabi, Dr. A. Sejarah
Kebudayaan Islam 2. 2000. Jakarta : Mutiara Sumber Widya
0 komentar:
Posting Komentar