Pages

Kamis, 26 Desember 2013

Perdebatan Haruskan Pintu Ijtihad di Tutup


PINTU IJTIHAD TERTUTUP ???

            Perkembangan zaman yang terus berkembang menjadi tolak ukur bagi agama islam untuk bisa menjadi bagian penting di dalamya. Islam harus terus maju dan berkembang sesuai perkembangan zaman tanpa harus meninggalkan nilai-nilai penting yang sudah ada dan tertanam kuat dalam ajaran dan keyakinan dasarnya. Dengan tujuan islam menjadi penggerak terhadap berkembangnya zaman agar selalu bisa diarahkan. Namun islam akan sulit diterima dalam perkembangan zaman jika islam tidak bisa dikembangkan untuk menjawab permasalahan umat yang kian menggunung. Yakni jika islam hanya dipahami dari unsur tekstualnya saja tanpa penalaran lebih lanjut yang dalam hal ini yang dimaksud adalah ijtihad maka bisa dikatakan islam bisa menjadi sulit diterima dalam perkembangan zaman karena sulit untuk menjadi rujukan penyelesain masalah.

            Setiap hal yang kita lakukan memang seharusnya tidak boleh keluar dari pokok dasar ajaran agama islam yakni Al-Qur an dan As-Sunnah. Namun bukan merupakan sebuah hal yang salah jika kita ijtihad dipakai untuk memahami serta menjawab permasalahan yang terjadi. Al-Qur an diciptakan oleh tuhan sebagai sebuah pedoman yang mengarah kepada kebaikan dan keselamatan. Dan unsur penting ini seharusnya bisa dijadikan rujukan bahwa dengan kata lain kesemuanya itu menjurus kepada kepentingan manusia. Jadi selama hasil ijtihad yang dilakukan itu masih dalam koridor syariah yang ada dan bisa menjadi penjawab atas sebuah masalah yang dihadapi maka menjadi sebuah hal yang sepantasnya kita bisa menerima dan bersikap terbuka atas pentingnya ijtihad.
            Dalam permasalah seputar ijtihad kita pelajari dan ambil hikmah dari kisah semasa kepemipinan Khalifah Umar bin Khattab yakni ketika Khalifah Umar mendapat berita perihal ditaklukannya Syam, Irak, dan Persia oleh pasukan Islam. Ketiga daerah itu sangat kaya. Umar segera menghadapi masalah rumit berkaitan dengan pembagian pampasan perang. Singkat cerita, atas kebijaksanaannya, Umar membagi-bagikan rampasan perang yang merupakan barang-barang bergerak seperti kuda, emas, budak dan lain sebagainya pada para pasukan setelah mengambil seperlimanya. Perihal tanah-tanah pertanian yang begitu luas dan subur ia sita. Tanah-tanah itu dijadikan milik negara dan tidak dibagi-bagika pada bala tentara. Tanah itu tetap berada dalam tangan pemilik aslinya. Sebagai gantinya, Umar memungut pajak atas tanah-tanah tersebut. Uang dari hasil pajak itulah yang kemudian digunakan oleh Umar untuk mencukupi segala pembiayaan didaerah setempat pasca penaklukan. Termasuk didalamnya menggaji para tentara yang bertugas di sana.
             Namun kala itu Keputusan ini sangat kontroversial dan membuat Madinah gonjang-ganjing. Banyak para sahabat seniaor saat itu tidak setuju. Umar disebut-sebut telah mengingkari Kitab suci, menghianati Alquran. Umar, menurut para sahabat yang tidak setuju terhadapnya dicap sebagai orang yang mengkhianati titah Tuhan dalam surat al-Anfal: 41, perihal pembagian pampasan pe,rang. Umar juga dianggap mengingkari tradisi Nabi, karena masih segar dalam ingatan para sahabat saat-saat ketika Nabi membagikan tanah hasil perang daerah khayibar setelah ditaklukan.
Akan tetapi Umar tetap teguh dalam pandangan genialnya. Ia berfikir bahwa kemaslahatan lebih utama ketimbang makna tekstual kitab suci. Bilal, muazin sekaligus sahabat kesayangan Rasul, Abdurahman bin Auf dan Zubair bin Awwam mati-matian menentang Umar. Argumen mereka mirip dengan argumentasi ulama anti-ijtihad jaman sekarang dalam menanggapi setiap usaha ijtihad yang muncul: Umar melanggar kitab Allah; pergi dari kitab Allah dan Sunnah rasul. Namun untungnya, orang seperti Bilal dan kawan-kawan tak sempat membuat fatwa mati bagi Umar.
Kala itu perdebatan semakin memanas dan hampir menjurus pada permusuhan. Argumentasi Umar tak kunjung membuat hati Bilal terbuka. Dan malah membuat Bilal semakin keras menentang Umar. Dalam kesedihan dan sesak dada, Umar menengadahkan tangan dan berdoa: Ya Tuhan, lindungilah aku dari Bilal dan kawan-kawan. Terhadap tuduhan bahwa dirinya telah keluar dari Alquran Sunnah, kemudian Khalifah Umar dengan tenang menjawab: betul dirinya telah keluar dari Alquran, tetapi justru untuk kembali pada Alquran. Lantas sejarah membuktikan, Ali bin Abi Thalib dan Utsman beserta seluruh penduduk Medinah merestui hasil Ijtihadnya itu.
Dari sejarah di atas kita bisa sedikit memahami bahwa ijtihad merupakan hal penting yang bisa menjadikan islam lebih berkembang maju tidak kaku dan lebih komperhensif. Sebab Masa lalu Islam adalah masa lalu yang dinamis dan senantiasa progresif. sebagai ilustrasi betapa dinamisnya Islam masa lalu, Muhammad Iqbal, dalam bukunya Reconstruction of Religious Thought in Islam mengemukakan sebuah data yang mencengangakan: menurutnya, menggutip hasil penelitian Prof. Horten, antara tahun 800 sampai 1100 tak kurang dari seratus sistem teologi muncul dalam Islam. Betapa kayanya. Padahal kebanyakan kita hanya mengetahuinya beberapa saja. Dinamisme itu hilang seiring dengan dilarangnya berijtihad oleh para ulama menyusul jatuhnya Bagdad ke tangan bangsa Tartar pada abad 13. Keadaan umat Islam yang gonjang-ganjing menyebabkan para ulama konserfatif saat itu merasa perlunya stabilitas dan ketertiban. Dan itu hanya bisa dicapai oleh keseragaman. Karena alasan itulah lantas pintu ijtihad di tutup.  Umat Islam sekarang membutuhkan satu hal untuk kembali memutar dinamisme dan kembali menggapai kemajuan. Iqbal menyebutnya The principle of movement, kita menyebutnya ijtihad.
Pernyataan tentang pentingnya ijtihad pun sedikit mendapat angin segar dari pendapat seorang Ulama besar yakni KH. Imam Zarkasyi mengatakan bahwa ulama sekarang lebih susah melakukan ijtihad sama sekali tak beralasan. Justru ulama yang hadir kemudian mempunyai kemungkinan dan kemudahan lebih besar untuk berijtihad dibanding para pendahulunya. Bukankah para pendahulu kita telah menyediakan segudang kekayaan intelektual yang seharusnya memudahkan kita. Kita punya lebih banyak bahan untuk menafsirkan, bahkan lebih dari yang kita butuhkan.
Dari beberapa hal di atas kita bisa mengambil beberapa hal penting mengenai perihal tentang penetapan hukum yang mungkin seharusnya bisa didasari dengan ijtihad pula agar bisa didapati sebuah hukum yang lebih bisa diterima dan mampu menyelesaikan pelbagai permasalahan umat yang rumit bahkan yang lebih dari itu. Sebab kita yakini bahwa Al-Qur an memiliki norma dan nilai yang tersirat yang membutuhkan pengkajian lebih dalam karena salah satu yang menjadi kemukjizatan Al-Quran adalah ia memiliki banyak sumber ilmu dan manusialah yang harus menggalinya sehingga ia menjadi kitab yang paling sempurna karena selalu bisa dijadikan rujukan dari masa ke masa.

            NAMA                        : Abdullah Zahir
            NIM               
            : 11530097
            KELAS                       : TH D

            

0 komentar:

Posting Komentar